My Blog List

Tuesday, October 16, 2012

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI FISIK "KELARUTAN INTRISTIK OBAT"

 I.            JUDUL
Kelarutan Intristik Obat

 II.            TUJUAN
Memperkenalkan konsep dan proses pendukung sistem kelarutan obat dan menentukan parameter kelarutan zat

 III.            DASAR TEORI
            Mempelajari mengenai kelarutan intristik obat merupakan suatu hal penting bagi ahli farmasi, sebab dapat membantu dalam memilih medium pelarut yang paling baik untuk obat atau kombinasi obat, membantu mengatasi kesulitan-kesulitan tertentu yang timbul pada saat pembuatan larutan farmasetis, dan lebih jauh lagi, dapat bertindak sebagai standar atau uji kemurnian. Pengetahuan yang lebih mendetail mengenai kelarutan dan sifat-sifat yang berhubungan dengan kelarutan juga memberikan informasi mengenai struktur obat dan gaya antar molekul obat.
            Kelarutan suatu senyawa bergantung pada sifat fisika dan sifat kimia zat terlarut dan pelarut, juga bergantung pada faktor temperatur, tekanan, pH larutan.
            Larutan jenuh adalah suatu larutan dimana zat terlarut berada dalam kesetimbangan dengan fase padat (zat terlarut). Larutan tidak jenuh atau hampir jenuh adalah suatu larutan yang mengandung zat terlarut dalam konsentrasi dibawah konsentrasi yang dibutuhkanuntuk penjenuhan sempurna pada temperatur tertentu. Larutan lewat jenuh adalah suatu larutan yang mengandung zat terlarut dalam konsentrasi lebih banyak daripada yang seharusnya ada pada temperatur tertentu.
            Kelarutan didefinisikan dalam besaran kuantitatif sebagai konsentrasi zat terlarut dalam larutan jenuh pada temperatur tertentu, dan secara kualitatif didefinisikan sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk dispersi molekuler yang homogen.
            Kelarutan dapat digambarkan secara benar dengan menggunakan aturan fase Gibbs yaitu  F = C – P + 2
            F = jumlah derajat kebebasan
            C = jumlah komponen
            P = jumlah fase

            Berdasarkan U.S Pharmacopeia dan National Formulary, kelarutan obat adalah jumlah ml pelarut dimana akan larut 1 gram zat terlarut. Kelarutan secara kuantitatif juga dinyatakan dalam molalitas, molaritas dan presentase.

Kelarutan gas dalam cairan
            Kelarutan gas dalam cairan adalah konsentrasi gas terlarut apabila berada dalam kesetmbangan dengan gas murni diatas larutan. Kelarutan terutama bergantung pada tekanan, temperatur, adanya garam, dan reaksi kimia yang kadang-kadang terjadi antara gas dan pelarut.
            Pengaruh tekanan pada kelarutan gas dinyatakan oleh Hukum Henry yang menyatakan bahwa dalam larutan yang sangat encer, pada temperatur konstan, konsentrasi gas terlarut sebanding dengan tekanan parsial gas diatas larutan pada kesetimbangan. Tekanan parsial gas diperolah dengan mengurangi tekanan uap pelarut dari tekanan uap total diatas larutan pada kesetimbangan.
            Temperatur juga mempunyai pengaruh yang nyata pada kelarutan gas dalam cairan. Apabila temperatur naik, kelarutan gas umumnya turun, disebabkan karena kecenderungan gas yang besar untuk berekspansi.
            Pengusiran garam (salting out) merupakan gejala dimana gas dibebaskan dari larutan dimana gas tersebut terlarut, karena adanya pemasukan suatu elektrolit kedalamnya.
            Reaksi kimia antara gas dan pelarut, umumnya dapat meningkatkan kelarutan. Hal ini menyebabnkan Hukum Henry hanya berlaku untuk gas-gas yang hanya larut sedikit dalam larutan dan tidak bereaksi didalam pelarut.

Kelarutan cairan dalam cairan
            Kelarutan cairan dapat digolongkan menjadi dua, atas dasar ada atau tidaknya penyimpangan terhadap Hukum Raoult. Disebut larutan ideal apabila kedua komponen larutan biner mengikuti Hukum Raoult untuk semua komposisi, dan disebut larutan non ideal apabila kedua komponen larutan biner mempunyai penyimpangan terhadap Hukum Raoult.
            Penyimpangan negatif mengakibatkan kenaikan kelarutan, dan penyimpangan positif menyebabkan penurunan kelarutan.


Kelarutan zat padat dalam cairan
            Kelarutan zat padat dalam cairan merupakan masalah yang lebih komplek tetapi paling banyak dijumpai dalam kefarmasian. Asumsi dasar untuk kelarutan zat padat dalam (sebagai) larutan ideal adalah tergantung pada suhu percobaan (proses larut), titik lebur solut, dan beda entalpi peleburan molar (Hf) solut (yang dianggap sama dengan panas pelarutan molar solut). Hubungan tersebut yang diturunkan dari hukum-hukum termodinamika dirumuskan oleh Hildebrand dan Scott sebagai berikut:
            -log  =  ( ) +
            = kelarutan ideal zat dalam fraksi mol
Hf    = beda entalpi peleburan
To       = suhu lebur
T          = suhu percobaan
R          = tetapan gas
            Tetapi type larutan ideal ini jarang sekali dijumpai dalam praktek. Untuk larutan non ideal harus diperhitungkan pula faktor-faktor aktifitas solute yang koefisienya sebanding dengan volume molar solut dan fraksi volume solven, parameter kelarutan yang besarnya sama dengan harga akar tekanan dalam solute dan interaksi antara solven-solut. Dengan demikian persamaan yang paling  sederhana untuk larutan non-ideal, dinyatakan sebagai kelarutan regular oleh Scatchard-Hildebrand sebagai berikut :
-log  =  ( ) + 
= volume molar solut
= parameter kelarutan solven
= parameter kelarutan solut
 = fraksi mol solven
            keterbatasan persamaan ini ialah tidak cocok untuk proses-proses yang didalamnya terjadi solvasi dan asosiasi antara solut dan solven, demikian pula untuk larutan elektrolit. Persamaan tersebut hanya berlaku apabila dalam larutan tidak terdapat ikatan lain selain ikatan Van Der Waals.

 IV.            ALAT
1.      Neraca elektrik
2.      Labu takar
3.      Pipet ukur
4.      siring
5.      Pipet tetes
6.      Spektrofotometer UV-VIS
7.      Disolusi tester
8.      Gelas ukur
9.      Beker gelas

    V.            BAHAN
1.      Acidum acetyl slicylicum (asetosal)
2.      Aquadest
3.      Natrium asetat
4.      Asam asetat
5.      Alkohol 96%

 VI.            CARA KERJA
1.      Membuat larutan dapar asetat ph 4,5 konsentrasi 0,05 M dengan cara =
·         Menimbang natrium asetat sebanyak 5,98 gram
·         Mengambil asam asetat glasial sebanyak 3,32 ml dengan gelas ukur
·         Memasukan natrium asetat kedalam labu takar 2 liter, ditambah asam asetat glasial, kocok larut, kemudian cukupkan dengan aquadest sampai 2 liter
2.      Membuat kurva baku dengan cara =
·         Menimbang asetosal sebanyak 140 mg
·         Memasukan asetosal kedalam labu takar kemudian menambahkan alkohol 96% secukupnya, kocok sampai asetosal larut
·         Cukupkan dengan aquadest sampai 50 ml
·         Mengambil larutan stok masing-masing sebanyak 1 ml ; 1,5 ml ; 2 ml ; 2,5 ml ; 3 ml ; 3,5 ml
·         Mengencerkan masing-masing stok dengan larutan dapar asetat ph 4,5 sampai 50 ml
·         Menghitung konsentrasi dari masing-masing stok dengan rumus . =  .
·         Mencari absorbansi masing-masing stok dengan menggunakan alat spektrofotometer UV-VIS
·         Memasukan data konsentrasi dan absorbansi dari masing-masing larutan stok kedalam tabel kurva baku
3.      Menimbang asetosal untuk sample sebanyak 500 mg
4.      Memanaskan media dapar sampai suhu 27°C
5.      Memasukan acetosal kedalam media dapar setelah suhu yang dimaksudkan untuk percobaan tercapai
6.      Mengaktifkan pengaduk pada kecepatan 50 rpm selama 15 menit
7.      Mengambil sample pada bagian atas dengan pipet tetes sebanyak 2 ml
8.      Melakukan pengenceran yang pertama dengan cara memasukan 2 ml sample ke dalam labu takar 10 ml, cukupkan dengan dapar asetat ph 4,5 sampai 10 ml, kocok homogen, ambil sebanyak 2 ml (hasil pengenceran 1)
9.      Melakukan pengenceran yang kedua dengan cara memasukan 2 ml hasil pengenceran 1 kedalam labu takar 10 ml, cukupkan dengan dapar asetat ph 4,5 sampai 10 ml (hasil pengenceran 2)
10.  Mencari absorbansi pada λ = 265 dari larutan sample (hasil pengenceran 2) menggunakkan spektrofotometer UV-VIS
11.  Menghitung konsentrasi dari sample
12.  Mengulangi tahap 3-11 pada suhu percobaan 32°C dan 37°C

VII.            HASIL PRAKTIKUM
A.    DATA DAN PERHITUNGAN
=
     = 
     =
     = 0,28 %
§  Konsentrasi larutan stok 1 ml
. =  .
1.0,28 = 50.
= 0,0056
§  Konsentrasi larutan stok 1,5 ml
. =  .
1,5.0,28 = 50.
= 0,0084
§  Konsentrasi larutan stok 2 ml
. =  .
2.0,28 = 50.
= 0,0112
§  Konsentrasi larutan stok 2,5 ml
. =  .
2,5.0,28 = 50.
= 0,014
§  Konsentrasi larutan stok 3 ml
. =  .
3.0,28 = 50.
= 0,0168
§  Konsentrasi larutan stok 3,5 ml
. =  .
3,5.0,28 = 50.
= 0,0196

Tabel kurva baku
konsentrasi
           
absorbansi
0,0056
           
0,321
0,0084
           
0,394
0,0112
           
0,557
0,014
           
0,699
0,0168
           
0,842
0,0196
           
1,048

A = - 0,0149
B = 52,255
R = 0,994
Persamaan => y = -0,0149 + 52,255 x
Diketahui absorbansi sample pada suhu 27°C = 0,190
Konsentrasi sample pada suhu 27°C
ð  y = -0,0149 + 52,255 x
ð  0,190 = -0,0149 + 52,255 x
ð  0,190 + 0,0149 = 52,255 x
ð  X =  = 0,00392
Tabel hasil percobaan
suhu
           
Konsentrasi / kadar
           
absorbansi
27°C
           
0,00392
           
0,190
32°C
           
0,00157
           
0,068
37°C
           
0,000821
           
0,028

B.     GRAFIK


VIII.            PEMBAHASAN
            Acidum acetyl salicylicum atau sering di sebut asetosal merupakan bahan obat yang mempunyai khasiat analgetikum antipiretikum, dan juga kardiovaskuler dalam dosis rendah. Asetosal mengandung tidak kurang dari 99.5%    (BM : 180,2), dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Kelarutanya agak sukar larut dalam air (10 mg/mL (20 °C)), mudah larut dalam etanol 95% P, larut dalam kloroform P dan eter P. Asetosal memiliki titik didih 140 °C, titik lebur 138 0C – 140 0C, dan berat jenis 1.40 g/cm³. Pemerian asetosal berupa hablur putih, umumnya seperti jarum atau lempengan tersusun, atau  serbuk hablur putih; tidak berbau atau berbau lemah. Stabil di udara kering; di dalam udara lembab secara  bertahap terhidrolisa menjadi asam salisilat dan asam asetat. Berdasarkan hasil percobaan, menunjukan bahwa asetosal merupakan zat padat yang bersifat eksoterm yaitu zat padat yang berkurang kelarutannya jika suhunya dinaikan.
            Karena suatu larutan jenuh yang berhubungan dengan kelebihan solut membentuk kesetimbangan dinamik, maka bilamana sistem tersebut di ganggu, efek gangguan tersebut dapat diramalkan berdasarkan kaidah le chatelier. Perubahan temperatur merupakan salah satu gangguan. Kita tahu bahwa kenaikan temperatur menyebabkan posisi kesetimbangan bergeser kearah yang akan mengabsorbsi panas.karena, kalau solut tambahan yang ingin melarut dalam larutan jenuh harus mengabsorbsi energi, maka kelarutan zat tersebut akan bertambah jika temperatur dinaikan (endoterm). Sebaliknya, jika solut tambahan yang dimasukkan ke dalam larutan jenuh menimbulkan proses eksotermik, maka solut akan menjadi kurang larut jika temperatur dinaikkan (eksoterm).

 IX.            KESIMPULAN
            Temperatur / suhu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kelarutan instristik obat. Untuk zat yang bersifat endoterm, kelarutan akan naik jika suhu dinaikan, dan untuk zat yang bersifat eksoterm, kelarutan akan turun jika suhu dinaikan.

1 comment: